Minggu, 06 April 2014

paper tumor medula spinalis


BAB 1
PENDAHULUAN

Lesi massa atau tumor yang mengganggu medula spinalis dikelompokkan menjadi :
(1) Tumor intrameduler (yang berasal dari dalam medula spinalis).
(2) Tumor intradural-ekstrameduler, dan
(3) Tumor ekstradural (yang tumbuh dari luar dura, dan kebanyakan melibatkan kolum vertebrata).
Jumlah tumor medula spinalis mencakup kira-kira 15 % dari seluruh neoplasma susunan saraf. Sebagian besar tumor-tumor intradural tumbuh dari konstituen seluler medula spinalis dan filum terminale, akar saraf atau meningens. Metastasis ke dalam kompartemen intradural kanalis spinalis jarang terjadi (paraganglioma, neoplasma melanositik).

Tumor Spinal Cord
Ekstrameduler
· Tumor sarung saraf 40%
· Meningioma 40%
· Ependimoma filum 15%
· Lain-lain 5%
Intrameduler
· Ependimoma 45%
· Astrositoma 40%
· Hemangioblastoma 5%
· Lain-lain 10%

Semua lesi neoplastik yang terletak didalam atau di belakang medula spinalis dapat dicapai dengan membuka kanalis spinalis (laminektomi), demikian juga lesi-lesi yang berlokasi di bagian lateral atau lesi-lesi kistik di dalam kanalis spinalis. Cara pencapaian yang terbaik untuk lesi yang terletak di anterior adalah dari arah anterior atau antero-lateral tergantung dari level vertikal lesi tersebut. Lesi-lesi di perbatasan serviko-meduler dicapai melalui operasi transoral atau transervikal retrofaringeal, lesi di leher bagian bawah melalui pendekatan servikal anterolateral. Lesi di daerah toraks dan abdomen dicapai melalui operasi torakotomi via retroperitoneal. Secara umum, sedikitnya ada sebagian korpus vertebra yang harus diangkat untuk mencapai kanalis spinalis, dan bila demikian maka biasanya akan diganti dengan satu protesa atau grafit.


















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Anatomi Umum
Medula spinalis merupakan bagian dari susunan syaraf pusat yang berbentuk silinder memanjang dan terletak seluruhnya di dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga selaput pembungkus yang disebut meningens. Adapun lapisan, struktur dan ruangan yang mengelilingi medula spinalis terdiri dari :
a. Dinding kanalis vertebralis (terdiri dari vertebrae dan ligamenta)
b. Lapisan jaringan lemak (ekstradural) yang mengandung pembuluh darah
c. Duramater
d. Arakhnoidea
e. Ruangan subarakhnoideal, yang antaranya berisi liquor cerebrospinalis.
f. Piamater yang kaya akan pembuluh darah dan yang langsung membungkus permukaan sebelah luar medula spinalis.
Secara imaginer, medula spinalis terdiri dari 31 segmen, masing-masing segmen saling berhubungan dengan sepasang radiks perifer, segmen-segmen tersebut yaitu:
- 8 segmen servikal
- 12 segmen torakal
- 5 segmen lumbal
- 5 segmen sakral
- 1 segmen koksigeal
 2.2 Medula Spinalis.
Pada tubuh dewasa, panjang medula spinalis adalah sekitar 43 sentimeter. Pada masa kehidupan intrauterina usia 3 bulan, panjang medula spinalis sama dengan panjang kanalis vertebralis, sedang dalam masa-masa berikutnya terjadi perbedaan kecepatan pertumbuhan memanjang, kanalis vertebralis tumbuh lebih cepat dari pada medula spinalis, sehingga ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Pada masa kehidupan usia 6 bulan, ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kaudal korpus vertebrae lumbalis II. Pada usia dewasa, ujung kaudal medula spinalis biasanya terletak setinggi tepi kaudal medula spinalis, tepi kranial korpus vertebrae lumbalis II atau setinggi diskus intervertebralis antara korpus vertebrae lumbalis I dan II.
Perbedaan panjang antara Medula Spinalis dan kanalis vertebralis ini mempunyai makna sebagai berikut :
1. Pembentukan kauda equina.
Kauda equina merupakan suatu struktur yang terdiri dari radices nervi lumbalis bagian kaudal dan radices nervi sakralis disebelah kaudal konus medularis. Konus medularis merupakan bagian paling kaudal medula spinalis yang berbentuk kerucut dan terutama terdiri atas segmen-segmen sakral medula spinalis.
2. Punksi Lumbal
Ke arah kaudal kavitas subarakhnoidales atau berakhir pada setinggi segmen sakral II atau VI kolumna vertebralis, jadi pada orang dewasa setinggi antara tepi kaudal korpus vertebrae lumbalis I dan korpus vertebrae sakralis II atau III tidak lagi terdapat medula spinalis, akan tetapi hanya terdapat kauda equina yang terapung-apung di dalam liquor cerebrospinalis di dalam suatu ruangan subarakhnoidal yang luas.
2.1.2. Anatomi Permukaan Medula Spinalis
Pada permukaan medula spinalis dapat dijumpai sejumlah cekungan-cekungan memanjang sebagai berikut :
a. Fisura mediana ventralis
b. Sulkus medianus dorsalis
c. Sulkus dorsolateral
d. Sulkus intermedius dorsalis
e. Sulkus ventrolateralis
2.1.3. Susunan Bagian Dalam Medula Spinalis
Pada penampang transversal medula spinalis terlihat pada bagian sentral substansia grisea yang mempunyai bentuk seperti kupu-kupu atau huruf H. Bagian sentral ini dikelilingi oleh bagian yang berwarna pucat yaitu substansi alba. Pada penampang transversa substansia grisea medula spinalis terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :
a. Kornu dorsalis
b. Kornu ventralis
c. Kommisura grisea ventralis dan dorsalis, dimana pada bagian-bagian tertentu yaitu segmen-segmen thorakalis, lumbalis bagian kranial dan sakral S2 sampai S4.
d. Kornu intermedium. Perluasan kornu intermedium ke arah lateral di daerah segmen-segmen thorakal dikenal sebagai kornu lateralis.
Di dalam kornu dorsalis dapat dijumpai neuron-neuron sensorik, sedangkan di dalam kornu ventralis terdapat neuron-neuron motorik, dan di dalam kornu intermedium terdapat neuron-neuron visceromotorik. Pada penampang medula spinalis dapat dilihat bahwa substansia alba dapat dibagi menjadi daerah-daerah topografik sebagai berikut :
a. funikulus dorsalis
b. funikulus lateralis
c. funikulus ventralis.
d. kommissura alba
Funikulus adalah suatu bagian yang terdiri atas sejumlah berkas fungsional yang lazim disebut traktus (kadang-kadang disebut fasciculus). Serat-serat yang membentuk traktus pada khususnya dan fasciculus atau substansia alba pada umumnya berasal dari tiga sumber utama :
a. sel-sel ganglion
b. sel-sel saraf di dalam substansia grisea medula spinalis, dan
c. sel-sel saraf di dalam korteks serebri atau pusat-pusat fungsional lainnya di dalam batang otak dan serebelum.
Berbagai hiatus di dalam medula spinalis dapat dibagi berdasarkan berbagai asal antara lain sebagai berikut :
a. Arah aliran impuls yang dihantarkannya :
1) traktus ascendens, menghantarkan impuls-impuls saraf ke arah kranial ke pusat­-pusat fungsional yang lebih tinggi didalam batang otak, serebelum atau serebrum.
2) traktus descendens, menghantarkan impuls-impuls saraf dari pusat–pusat fungsional yang lebih tinggi ke arah kaudal ke segmen-segmen medula spinalis.
3) fasciculi propii (traktus intersegmentalis), menghantarkan impuls-impuls dalam dua arah dari kaudal ke arah kranial dan sebaliknya dari kranial ke arah kaudal dan terdiri atas serat-serat yang menghubungkan berbagai segmen medula spinalis satu dengan yang lainnya secara timbal balik.
b. Sifat-sifat atau kualitas impuls-impuls yang diantarkan misalnya ada traktus yang mengantarkan impuls-impuls proprioseptif, eksteroseptif, motorik dan sebagainya.
c. Susunan Intrinsik Substansia grisea.
Pada penampang transversal substansia grisea medula spinalis terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :
a. Kornu dorsalis (kolumna dorsalis), terdiri atas kumpulan-kumpulan sel neuron sebagai berikut :
1) Substansia gelatinosa
- terletak pada bagian apeks kornu dorsalis
- terdapat pada semua segmen medula spinalis
- menerima serat-serat aferen halus yang mengantarkan impuls-impuls nyeri dan suhu
2) Nukleus proprius
- menempati sebagian besar kornu dorsalis
- terdapat serat-serat tebal yang menghantarkan impuls-impuls propioseptif
3) Substansia visceralis sekundaria
- terletak pada bagian lateral basis kornu dorsalis
- terdapat pada segmen Th 1 sampai L3
- menerima serat-serat aferen visceral
b. Kornu intermedium (kolumna intermedia), dibagi menjadi dua bagian :
1) Kornu intermediolateral setinggi segmen-segmen T114 sampai L3
2) Kornu intermediomedial atau nuklei parasimpatetik sakrales yang terletak setinggi segmen S2 sampai S4
c. Kornu ventralis (kolumna ventralis), dibagi menjadi tiga bagian utama :
1) Kelompok medial
- terdiri atas nukleus ventromedialis dan dorsomedialis
- melayani otot-otot leher, trunkus, termasuk mm. Interkostales dan abdominal
2) Kelompok lateral
Kelompok sel-sel neuron ini melayani otot-otot membran superius dan inferius, oleh karena itu hanya didapatkan pada segmen-segmen medula spinalis tertentu, yaitu :
- segmen servikal ( C4 sampai Thl)
- segmen lumbosakral (L2 sampai S2)
Kelompok ini selanjutnya dapat dibagi menjadi kelompok-­kelompok yang lebih kecil:
a) Nukleus Ventrolateralis
§ Segmen C4 sampai Cl yang melayani otot cingulum dan brachium
§ segmen L2 sampai S2, yang melayani otot-otot cingulum dan tungkai atas atau paha
b) Nukleus Dorsolateral
§ Segmen C4 sampai Th1 yang melayani otot-otot antebrachium dan tangan.
§ Segmen L2 sampai S2 atau S3, yang melayani otot-otot tungkai bawah dan kaki
c) Nukleus Retrodorsolateralis
§ Mengandung neuron-neuron yang amat besar dengan akson-akson yang arnat panjang
§ Segmen C8 sampai Th1, yang melayani otot-otot kecil (intrinsik) pada tangan yang menggerakkan jari jari tangan
§ Segmen S1 sampai S3 yang melayani otot-otot kecil (intrinsik) pada kaki yang menggerakkan jari-jari kaki
3) Kelompok Sentral
Kelompok ini terletak ditengah-tengah kornu ventralis, contoh : nukleus phrenikus (C4 sampai C6) dan nukleus asesorius (Cl sampai C5 atau C6).
4) Susunan Intrinsik Substansia Alba.
a) Tractus Ascendens :
(1) Yang menghantarkan impuls-impuls nyeri dan suhu dari atau dekat permukaan tubuh :
- Traktus dorsolateralis (Lissauer)
- Traktus spinotalamikus lateralis
Di dalam medula spinalis serat-serat yang membentuk traktus spinotalamikus lateralis menunjukkan susunan somatotopik : serat-serat yang berasal dari segmen-segmen sakral terletak paling dorsolateral, selanjutnya disusul oleh serat-serat dari segmen-segmen servikal terletak paling ventromedial.
Suatu potongan atau lesi yang mengenai traktus spinotalamikus lateralis dapat menimbulkan hilangnya secara total rasa-rasa nyeri dan suhu (analgesi dan thermoanastesi) Pada sisi tubuh yang kontraIateral.
(2) Yang menghantarkan impuls-impuls rasa raba spesifik diskriminatif, propioseptif dan kinestetik ke talamus dan akhirnya mencapai korteks serebri.
- Fasciculus gracilis dan fasciculus cuneatus.
Perbedaan antara fasciculus gracilis dan fasciculus cuniatus adalah fasciculus gracilis terdiri atas serat-serat ascenden yang berasal dari ganglia spinalis sakralis, lumbalis dan torakalis bagian kaudal, oleh karena itu fasciculus gracilis melayani membran inferium dan setengah trunkus bagian kaudal. Fasciculus cuneatus tersusun dari serat-serat yang sama seperti fasciculus gracilis, tetapi yang berasal dari ganglia spinalis thorakalis bagian kranial dan servikalis bagian kaudal, oleh karena itu fasciculus cuneatus melayani membran superius dan setengah trunkus bagian kranial pada sisi ipsilateral.
(3) Yang menghantarkan impuls-impuls propioseptif, raba dan tekanan ke serebelum:
- Traktus spinoserebelaris dorsalis
Nukleus dorsalis merupakan suatu kolom substansia grisea yang terbentang dari segmen medula spinalis C8 sampai L3.
-Traktus spinoserebelaris dorsalis mencapai korteks serebeli dari medula oblongata melalui pedunkulus serebelaris kaudalis (korpus restiforme). Proyeksi serat-serat ini pada serebelum terutama adalah secara ipsilateral.
- Traktus spinoserebelaris ventralis.
(4) Yang menghantarkan impuls-impuls rasa raba ringan atau kasar (dari reseptor­ -reseptor dengan nilai ambang rendah).
- Tractus spinotalamikus ventralis.
(5) Yang menghantarkan impuls-impuls visceral2
- Sistem visceral ascendens sekunder
Rangsangan nyeri visceral yang adekuat adalah iskhemia, ketegangan (distensi), tarikan pada mesenterium atau kapsula, hiperperistaltik, hiperasiditas lambung dengan ulserasi.
Data fisiologik dan bedah saraf hingga saat ini menunjukkan bahwa sistem visceral asendens sekunder ini mengandung serat-serat yang berasal dari substansia visceralis sekundaria pada ipsilateral dan kontralateral dan berjalan dekat permukaan kornu ventralis medula spinalis. Sistem visceralis ascendens sekunder ini juga merupakan bagian dari apa yang disebut sistem reticular ascendens multisinaptik.
(b) Tractus Descendens
(1) Traktus Kortikospinalis
Traktus kortikospinalis dikenal sebagai traktus piramidalis dan merupakan traktus descendens yang paling besar. Dalam hubungan ini perlu dibedakan suatu pengertian lainnya yaitu sistem piramidal. Sistem piramidal merupakan suatu susunan serat descendens yang mengantarkan impuls-impuls motorik dari korteks serebri ke berbagai nuklei motorik di dalam batang otak dan medula spinalis. Serat-serat pirarnidal yang berakhir di dalam batang otak dikenal sebagai traktus kortikobulbaris atau kortikonuclearis, sedangkan yang berakhir di medula spinalis dikenal sebagai kortikospinalis.
Melalui traktus kortikospinalis, korteks serebri dapat mengendalikan kegiatan­-kegiatan neuron-neuron motorik di dalam kornu ventralis medula spinalis. Traktus ini menghantarkan impuls motorik yang berhubungan dengan pergerakan yang ada di bawah pengendalian kemauan, terutama pergerakan jari tangan dan kaki yang menunjukkan aspek-aspek keterampilan yang tinggi. Kerusakan pada traktus kortikospinalis dapat menimbulkan hilangnya kemampuan untuk mengadakan pergerakan-pergerakan yang ada di bawah pengendalian kemauan, yang terutama jelas dapat dilihat pada bagian-bagian distal. Sendi-sendi yang terletak pada bagian proksimal dan pergerakan yang bersifat kasar tidak begitu banyak dipengaruhi.
(2) Traktus Retikulospinalis
Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa rangsangan pada formatio reticularis dapat :
(a) menimbulkan fasilitasi atau inhibisi terhadap pergerakan dibawah pengendalian kemauan yaitu pergerakan yang dimulai dari korteks serebri dan kegiatan refleks
(b) mempengaruhi tonus otot
(c) mempengaruhi fase-fase inspirasi dan ekspirasi pernafasan
(d) menimbulkan pengaruh presor dan depresor pada sistem peredaran darah
(e) menimbulkan pengaruh-pengaruh depresi pada pengantaran sentral impuls-impuls sensorik.
c) Traktus Rubrospinalis
Penelitian-penelitian dengan mikroelektroda telah menunjukkan bahwa rangsangan pada sel-sel nukleus ruber dapat menimbulkan potensial eksitasi post-sinaptik pada neuron-neuron motorik alfa yang melayani otot­-otot fleksor pada sisi tubuh yang kontralateral dan potensial inhibisi pos­t-sinaptik pada neuron-neuron motorik alfa yang melayani otot-otot ekstensor. Akan tetapi, fungsi utama tractus rubrospinalis tampaknya adalah pengendalian otot-otot fleksor.
d) Traktus Vestibulospinalis
Ada cukup petunjuk bahwa nuklei vestibularis terutama nukleus vestibularis lateralis mempunyai pengaruh fasilitasi terhadap kegiatan refleks medula spinalis dan mekanisme medula spinalis yang mengendalikan tonus otot. Di dalam klinik impuls-impuls yang diantarkan oleh traktus vestibulospinalis ini, misalnya dapat dihayati peranannya dalam bentuk yang cepat dan dalam bentuk reaksi (test) “post pointing” .
e) Traktus Tektospinalis
Fungsi tractus tektospinalis belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi diduga memegang peranan panting dalam pergerakan-pergerakan refleks kepala sebagai akibat rangsangan penglihatan dan mungkin juga pendengaran.
f) Traktus Olivospinalis
5) Fasciculi Propii (Traktus Intersegmentales)
Kerusakan pada fasciculi proprii dapat mengakibatkan gangguan-gangguan refleks intersegmentales. Refleks-refleks semacam ini antara lain berguna dalam hubungan dengan fungsi-fungsi pengendalian otomatik di dalam medula spinalis. Misalnya, di dalam segmen-segmen lumbosakral terdapat pusat-pusat refleks medula spinalis yang berhubungan dengan pengendalian proses kencing, defekasi dan ereksi penis, sedangkan di dalam segmen-segmen thorakal bagian kranial medula spinalis mekanisme intersegmental tersebut memegang peranan dalam pengendalian sinergik otot-otot pernafasan.
2.2 Definisi
 medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala akibat terlibatnya medula spinalis atau radix saraf.
2.3 Epidemiologi
Jumlah tumor medula spinalis mencakup kira-kira 15 % dari seluruh neoplasma susunan saraf. Sebagian besar tumor-tumor intradural tumbuh dari konstituen seluler medula spinalis dan filum terminale, akar saraf atau meningens. Metastasis ke dalam kompartemen intradural kanalis spinalis jarang terjadi (paraganglioma, neoplasma melanositik).
Insiden 10 per 100.000 penduduk per tahun . Usia muda dan pertengahan dewasa mendominasi. Tumor Intrameduler lebih sering pada anak-anak. Tumor Extrameduler lebih sering pada dewasa. Pada laki-laki dan wanita sama-sama sering terjadi.
Sebagian besar tumor primer medula spinalis tumbuh pada intradural. Lokasi tumor medula spinalis : Thorak (50%), lumbal (30%), servikal (20%). Tumor medula spinalis yang paling sering pada intrameduler adalah glioma. Tipe lainnya yang sering adalah astrositoma, ependimoma, dan ganglioglioma, lebih jarang hemangioblastoma dan tumor neuroektodermal primitif.
2.4 Patofisiologi dan Etiologi
Penyebab tumor medula spinalis belum diketahui. Walaupun, ependimoma dihubungkan dengan neurofibromatosis tipe 2 dan kromosom abnormal pada kromosom 22 (monosomi, delesi, trnslokasi). Sangat sedikit perubahan kromosom ditemukan pada 9q, 10, 17, 13, 7, dan 10.
2.5 Klasifikasi Tumor
2.5.1. Tumor Intrameduler
a. Ependimoma
Ependimoma merupakan tumor intrameduler yang paling banyak dijumpai. Pada umumnya dijumpai pada daerah servikal dan serviko-torakal, namun sering kali ia juga mempunyai tempat predileksi khusus yakni di konus medularis dan filum terminalis (56%). Ada tumor yang berbentuk fusiform yang biasanya meluas dari medula oblongata ke konus medularis dan panjang tumor ini dapat mencapai tiga sampai lima segmen spinal. Gejala awalnya adalah nyeri; gangguan sensorik dan kelemahan motorik (dapat mulai timbul 2-3 tahun sebelum diagnosa di tegakkan). Usia kasusnya adalah kelompok 30-40 tahun dan kasus-kasus daerah kauda ekuina didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Histologi tumor adalah : jenis seluler (40%), epitelial (2%), miksopapiler (21%), dan campuran (37%). Jenis ganas dari ependimoma ini sangat jarang dijumpai, dan istilah bagi tumor ini adalah ependimoblastoma.
Ependimoma kauda ekuina dicirikan oleh keluhan-keluhan nyeri perineal, disfungsi traktus gastrointestinal, traktus urinarius dan seksual, serta paraparesis. Walaupun jarang, namun adakalanya disertai dengan kompleks gejala suatu perdarahan arakhnoid yang di sertai dengan keluhan skiatika, yang di kenal sebagai sindrom Fincher, serta mempunyai faktor presipitasi kehamilan atau trauma. Ependimoma tumbuh dari sel ependim di dalam ventrikel III dan filum terminalis. Ada ependimoma tipe miksopapiler yang berasal dari lokasi ektopik di luar kanalis spinalis (jarang sekali), terutama didaerah sakrum dan jaringan presakral, serta dapat bermetastasis jauh ke kelenjar getah bening, paru, hepar, dan tulang.
Siringomielia dan kavitasi kistik kerap dijumpai pada kasus tumor intrameduler, dan keadaan ini akan menampilkan gejala dan tanda akibat dari adanya destruksi kanalis sentralis seperti amniotrofi ekstremitas atas, hiporefleksia, hipestesia disosiatif daerah wajah, leher (helm Balaclava), bahu dan lengan (gangguan pada persilangan traktus spinotalamikus). Pada lengan bawah akan menampilkan gejala rigiditas, hiperrefleksia, klonus, dan kadang-kadang spastisitas. Tumor-tumor serviko-meduler dapat menampilkan gejala nistagmus vertikal, keluhan pusing, vertigo, sinkop, nyeri kepala oksipital, kaku kuduk, suara serak, disfagia dan gejala bulbar lainnya; ataksia, dismetria, tetraparesis spastik karena gangguan traktus kortikospinal.
Pada kurun masa terakhir ini dari kebanyakan laporan di kemukakan bahwa sebagian besar tumor ependimoma intrameduler dan kauda ekuina berhasil diangkat secara total mengingat juga bahwa tumor-tumor ini kebanyakan merupakan tumor yang berbatas tegas. Rekurensi pascabedah ependimoma adalah 5-10%. Kualitas pemulihan ditentukan oleh keadaan defisit neurologis prabedah. Komplikasi operasi secara umum yang dapat terjadi adalah gejala defisit kolumna dorsalis dan sindrom nyeri disestesia karena tindakan mielotomi. Radiasi diberikan terhadap lesi yang infiltratif dan varian yang maligna. Mielopatia radiasi merupakan salah satu komplikasi yang serius. Indikasi reoperasi adalah tumor ependimoma yang rekuren.
b. Astrositoma
Astrositoma adalah tumor kedua terbanyak di jumpai sebagai tumor intrameduler, yang kemudian diikuti oleh astrositoma maligna dan glioblastoma multiforme. Mirip dengan ependimoma, astrositoma kebanyakan timbul di daerah servikal dan servikotorakal, sedangkan jarang tumbuh didaerah torakolumbar. Demikian pula gejala klinisnya, mirip dengan ependimoma, termasuk segala tampilan karena gangguan traktus kortiko-spinal dan spino-talamikus, paresis, dan nyeri disestetik.
Tumor ini kerap pula di sertai adanya kista atau sirings besar terutama di ujung atas dan bawah tumor. Kista ini berisi cariran santokhrom yang kaya akan protein dan mempunyai dinding gliotik yang memisahkannya dari jaringan medula spinalis normal.
Kebanyakan tumor astrositoma spinal mempunyai derajat keganasan rendah, durasi gejalanya dapat berlangsung sampai sepuluh tahun (glima yang lebih ganas biasanya mempunyai durasi yang lebih singkat, enam sampai dua belas bulan). Gambaran histologisnya berupa tipe yang fibriler atau pilositik mengandung serabut Rosenthal serta kista-kista mikro.
Tindakan operasi agak sulit untuk mengangkat secara total tumor jenis ini yang batasnya tidak jelas, walaupun ada sebagian pasien yang membaik setelah dilakukan operasi eksisi subtotal atau biopsi. Laporan kepustakaan terakhir mengemukakan bahwa pada kasus-kasus yang berhasil diangkat secara total dapat memulihkan atau menstabilkan defisit motorik pada 70-80% kasusnya. Pengangkatan yang lebih ekstensif telah dimungkinkan dengan kemajuan dan fasilitas teknik bedah mikro. Angka rekurensi pascabedah astrositoma jauh lebih tinggi dibanding dengan ependimoma (50%). Terapi radiasi pada astrositoma spinal masih kontroversial, kebanyakan terapi ini hanya bersifat sebagai terapi paliatif. Kemoterapi spesifik untuk kasus astrositoma intrameduler juga masih belum ada.
c. Hemangioblastoma
Hemangioblastoma merupakan jenis tumor intrameduler yang jarang, sangat vaskuler dan angka insidens terbanyak adalah pada kelompok usia dekade empat serta rasio jenis kelamin yang seimbang antara laki-laki dengan wanita. Lokasi preferensinya adalah didaerah servikal dan serviko-torakal.
Hemangioblastoma sangat sering dibarengi dengan siringomielia dan kista, serta (agak jarang) dengan penyakit Lindau atau hemangioblastoma kistik serebelum. 60-70% hemangioblastoma terletak intrameduler dan berlokasi dipermukaan dorsal medula spinalis, 30-40% merupakan tumor intradural-ekstrameduler yang kerap berada didekat radiks saraf daerah torakal. Tumor ini dapat didiagnosis dengan mudah melalui pemeriksaan MRI dan angiografi spinal, dengan tampilan fisik berupa nodul mural yang mengkilat. Presentasi klinisnya mirip dengan tumor intrameduler lainnya.
Teknik bedah mikro telah memungkinkan untuk melakukan operasi pengangkatan tumor ini secara total.
d. Oligodendroglioma
Merupakan tumor intrameduler yang sangat jarang. Ia sering kali mengandung kalsifikasi dan bercampur dengan elemen glia serta kistik. Kadang-kadang suatu oligodendroglioma intrakranial dikaitkan sebagai asal dari tumor intraspinal ini melalui proses metastasis lewat rongga subarakhnoid spinal.
e. Lipoma, Dermoid, Epidermoid, dan Teratoma
Kelompok tumor yang jarang ini merupakan lesi kongenital dan dapat timbul pada bagian tengah medula spinalis anak-anak, dewasa, dan remaja.
Lipoma spinal pada usia dewasa umumnya terjadi di daerah servikal dan toraks, sedangkan pada anak-anak biasanya didaerah lumbo-sakral. Keberadaannya mempunyai kaitan yang erat dengan abnormalitas kutaneus seperti nevi, dimpel, hiperpigmentasi kulit, hipertrikosis, angima kapiler, dan lipoma subkutan. Di samping itu juga kasus ini mempunyai insidensi yang tinggi akan adanya disgrafia. Investigasi diagnostik dengan MRI menunjukkan sinyal hiperintens yang tinggi pada T1 dan hipointens pada T2 sesuai dengan jaringan adiposis. Operasi eksisi jarang dapat total mengingat biasanya lipoma sangat terbenam didalam jaringan pial medula spinalis, sehingga menyulitkan untuk pengangkatan seluruhnya.
Pada anak-anak, lipoma lumbo-sakral yang disertai oleh spina bifida okulta biasanya melekat pada konus medularis yang telah terdorong ke kaudal dan kauda ekuina. Kasus semacam ini biasanya sulit sekali untuk memisahkan jaringan lipoma dan medula spinalis, sehingga dengan demikian jarang dapat berhasil diangkat total.
Tumor dermoid kebanyakan disertai dengan adanya suatu traktus fistula sinus dan disgrafisme spinal okulta, dan juga kelainan hiperpigmentasi kulit atau hipertrikosis sebagian besar tumor jenis ini berlokasi di daerah lumbo-sakral, dan dapat menampilkan gejala-gejala meningitis bila kista dermoid tersebut pecah dan masuk ke dalam rongga subarakhnoid. Tindakan operasi untuk mengangkat total biasanya sulit dilakukan pada kasus di mana kasus tumornya sangat lengket dengan medula spinalis.
Tumor epidermoid juga sering menyertai kasus spina bifida okulta, terutama dijumpai di daerah torako-lumbal. Tumor epidermid mengandung empat lapisan kulit normal. Tumor ini dapat timbul akibat tindakan punksi lumbal yang berkurang atau sebagai sisa dari reparasi meningomielokel.
Teratoma merupakan jenis tumor kongenital yang jarang dan ia mempunyai predileksi daerah konus medularis. Tumor ini mengandung jaringan kulit dan elemen dermal seperti rambut dan tulang rawan (komponen mesodermal dan endodermal). Tumor jenis ini mempunyai kecenderungan mengalami degenerasi keganasan dengan metastasis sistemik.
f. Paraganglioma
Paraganglioma merupakan tumor (jarang) pada kauda ekuina yang berasal dari ganglion simpatikus dan medula adrenal, serta secara filogenetis berkaitan dengan feokromositoma dan tumor glomus karotikus. Insidensi yang terbanyak adalah pada kelompok usia dekade lima dengan dominasi jenis kelamin laki-laki.
g. Tumor Metastasis Keganasan Intrameduler
Tumor metastasis intrameduler biasanya dijumpai didaerah servikal dan torakal dan menampilkan gejala mielopatia yang progresif cepat. Tumor primernya yang terbanyak adalah tumor paru dan kemudian diikuti oleh tumor payudara dan melanoma.
2.5.2 Tumor Ekstrameduler
a. Meningioma
 Meningioma merupakan tumor spinal intradural yang paling sering dijumpai, 60-70% pada daerah toraks dan 10-20% di daerah servikal. Rasio kelamin kasus dominasi oleh perempuan dengan nilai perbandingan 5:1, dan usia kasus berada pada kelompok 50-60 tahun. Tumor ini berada intradural-ekstrameduler (khas), dimana separuhnya berlokasi dilateral dan sisanya didorsal atau diventral. Antara 5-10% meningioma spinal mempunyai komponen ekstradural dan pada kasus tumor meningioma multipel umumnya dikaitkan dengan neuro-fibromatosis. Sangat jarang meningioma spinal timbul bersamaan dengan meningioma intrakranial.
Meningioma spinal berasal dari sel arakhnoid didekat radiks dan tumbuhnya lambat (gejala dapat berlangsung 1-2 tahun). Biasanya tipe histologinya adalah sinsisial atau transisional; sedangkan yang angioblastik atau hemangioperistik jarang sekali. Gejala klinis klasik adalah gangguan traktus saraf panjang, antara lain seperti paraparesis dan tetraparesis; untuk tumor yang berada di sebelah lateral dapat menampilkan sindroma Brown Seguard. Keluhan gejala lain adalah nyeri radikuler, terutama menghebat pada malam atau waktu istirahat.
Eksisi melalui pembedahan mikro saat ini berdasarkan data kepustakaan menunjukkan keberhasilan pada 90-95% kasus, dan angka rekurensinya 6% setelah periode 4-17 tahun. Lebih dari 80% kasus meningioma spinal yang dioperasi mengalami pemulihan neurologis. Komplikasi bedah (sangat jarang) yang mungkin dapat terjadi adalah antara lain kebocoran likuor, meningitis, dan arakhnoiditis.
b. Neurinoma, Neurofibroma
Neurinoma (schwannoma) dan neurofibroma merupakan tumor intradural-ekstrameduler kedua terbanyak. Predileksi lokasi tumor sarung saraf ini yang terutama adalah didaerah toraks kemudian diikuti oleh servikal dan lumbo-sakral, serta sangat jarang di daerah serviko-meduler. Kebanyakan tumor sarung saraf terletak intradural-ekstrameduler (70-80%), dan 10-20% kasus tumor tersebut meluas keluar dura (dumbbell). Juga kira-kira 10% kasus tumor sarung saraf berlokasi di epidural atau paraspinal, serta 1% kasus terletak intrameduler (tumor ini diduga berasal dari sarung saraf perivaskuler).
Asal tumor ini biasanya adalah radiks saraf sensorik, namun radiks ventral atau motorik dapat juga terlibat akibat kompresi lokal tumor ini. Sebanyak 80% kasus menampilkan keluhan nyeri radikuler dan disestesia. Gangguan motorik dan disfungsi kandung kemih tampil pada kurang dari 50% kasus.
Sebanyak 2,5% tumor sarung saraf spinal intradural adalah ganas dan sedikitnya separuh dari kasus-kasus ini dijumpai pada penderita neurofibromatosis. Tumor sarung saraf maligna mempunyai prognosa yang buruk dan jarang dapat hidup lebih dari satu tahun. Tumor semacam ini perlu dibedakan dengan schwannoma seluler yang menampilkan gambaran histologis yang agresif tetapi mempunyai prognosa yang lebih baik.
c. Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah salah satu manifestasi dari penyakit sistemik yang dicirikan sebagai proses infiltrasi granulomatosa nonkaseosa. Kasusnya jarang dijumpai, dimana klinis keterlibatan medula spinalis dan meningens hanya 1% yaitu berupa: lesi intrameduler multipel yang disertai arakhnoiditis fokal; tumor intradural-ekstrameduler dengan efek massa yang hebat serta defisit neurologis fokal atau mielopatia; atau suatu massa ekstradural yang berasal dari infiltrasi sarkoid medula spinalis dan dura.
Presentasi klinis yang khas adalah paraparesis progresif yang tidak menimbulkan keluhan sakit. Lokasi yang paling sering terlibat adalah daerah toraks. Terapi pembedahan pada kasus sarkoidosis adalah laminektomi, biopsi dan bila perlu dekompresi granuloma serta pemberian steroid topikal.
2.5.3. Tumor Ekstradural
a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural
-kira 5% dari penderita kanker menampilkan gejala klinis kompresi medula spinalis atau radiks saraf yang disebabkan oleh proses metastasis; dan sebaliknya hampir 10% kasus kanker yang datang dengan keluhan utama akibat metastasis spinal tanpa diketahui proses primernya.
Sebagian besar tumor spinal (>80%) merupakan metastasis keganasan terutama berasal dari paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma atau sarkoma. Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Elemen posterior hanya terlibat pada seperlima sampai sepertujuh total kasus. Sebagian besar penyebaran metastasis keganasan pada spinal berlangsung melalui pleksus vena Batson dan kemudian menyerang pedikel. Foto polos vertebrata biasanya dapat menampilkan erosi pedikel ini disamping juga abnormalitas korpus lainnya (kolaps atau fraktur kompresi patologis). Predileksi lokasi metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbo-sakral. Metastasis ke daerah servikal jarang terjadi.
Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, mengingat diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm). Kanalis lumbo-sakral mempunyai diameter yang lebih besar (1,5-3 cm) sehingga masih dapat mengkompensasi volume massa tumor sampai ukuran tertentu serta baru kemudian menimbulkan keluhan radikulopatia atau kompresi kauda ekuina.
Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan-palpasi. Pada 60% penderita, lokasi nyeri tersebut sesuai dengan lokasi abnormalitas pada foto polos vertebra seperti: erosi pedikel, kolaps korpus vertebra, faktur kompresi dan subluksasi, kiposkoliosis dan/atau bayangan jaringan lunak paraspinal. Mielopatia terdapat pada >50% kasus sedangkan disfungsi sfingter ani-urine pada 25% kasus. Pemeriksaan MRI dengan kontras Gg-DTPA merupakan investigator diagnostik terpilih (angka sensitivitasnya 95%).
Untuk menentukan indikasi operasi pada kasus-kasus tumor metastasis spinal memerlukan pertimbangan yang bijaksana termasuk analisa dan evaluasi biologi kanker, prognosa, harapan hidup, dan ekstensi proses penyakitnya. Keadaan instabilitas spinal dan fraktur kompresi yang menekan medula spinalis biasanya memerlukan tindakan operasi dekompresi dan stabilisasi baik dilakukan sekaligus ataupun bertahap.
b. Lipomatosis
Lipomatosis epidural adalah penyakit yang jarang dengan ciri-ciri adanya akumulasi lemak yang berlebihan dengan penekanan pada medula spinalis. Gejalanya terdiri dari nyeri akut dan mielopatia yang progresif. Lipomatosis biasaya terjadi pada daerah toraks, terutama pada penderita yang menggunakan steroid selama jangka waktu yang lama (sindrom Cushing, obesitas, hipotiroidisme). Pemeriksaan MRI menampilkan akumulasi lemak berupa lesi yang hiperintens pada T2 dirongga epidural posterior. Terapinya adalah leminektomi yang luas dan pengangkatan jaringan adiposis tadi, serta biasanya memberikan hasil yang baik.
c. Angiolipoma, Angiomiolipoma
Angiolipoma merupakan tumor yang jarang dan tersusun dari liposit dan proliferasi angiomatosa dengan atau tanpa disertai elemen mesenkhim lain (seperti otot, tulang rawan). Biasanya dijumpai didaerah toraks. Umumnya angiolipoma adalah multipel, kistik dan berkapsul; jarang mengadakan infiltrasi ke korpus vertebra. Angiolipoma infiltratif tidak dapat mengalami transformasi menjadi ganas, sehingga tidak memerlukan pemberian terapi radiasi. Eksisi total biasanya dilakukan dengan teknik vertebrektomi anterior atau laminektomi posterior tergantung dari lokasi tumornya. Diagnosa banding pada kasus ini adalah hemangioma vertebra.
2.6 Presentasi Klinis
Kebanyakan tumor spinal diawali dengan keluhan nyeri lokal yang selanjutnya diikuti dengan komponen radikuler. Nyeri terasa lebih hebat pada waktu istirahat atau malam, dan tidak teratasi dengan pemberian obat-obat narkotika atau analgetik. Keluhan disestesia pada tangan atau tungkai yang terasa selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dapat dialami pada kasus-kasus tumor intrameduler.
Salah satu gejala klasik tumor intrameduler adalah gangguan sensorik yang disosiatif, yang diakibatkan oleh kerusakan pada persilangan serabut komisural traktus spinotalamikus. Biasanya terdapat pula gangguan berupa keluhan nyeri dan sensasi suhu pada level lesi, namun sensasi raba dan posisi masih tetap intak. Gangguan sensasi lain adalah perasaan seperti terbakar atau rasa baal setempat.
Presentasi klasik tumor intradural-ekstrameduler adalah gejala gangguan motorik dan radikuler. Neuroma atau neurinoma yang berasal dari sarung saraf sensorik biasanya menimbulkan rasa nyeri ipsilateral dan kelemahan motorik sesuai dengan distribusi radiks yang bersangkutan. Ekspansi tumor dapat menimbulkan sindrom Brown-Seguard.
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat diawali dengan gejala TTIK seperti hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan penglihatan, gangguan gaya berjalan dan obtundansi. Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein kedalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor didalam kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer

Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis
Lokasi
Tanda dan Gejala
Foramen Magnum
Gejalanya aneh, tidak lazim,membingungkan, dan tumbuh lambat sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.
Servikal
Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
Torakal
Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral
Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.
Kauda Ekuina
Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.
2.7. Penunjang Diagnosis
Cairan spinal, Computed Tomographic (CT) myelography, dan MRI spinalis merupakan tes yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan lesi pada medula spinalis. MRI merupakan modalitas pencitraan primer untuk penyebaran ke medula, reduksi ruang CSF disekitar tumor. Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan Santokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit.
.
2.8. Penatalaksanaan
Beberapa tumor medula dan kolumna spinalis dapat diangkat melalui pembedahan. Tumor lainnya diobati dengan terapi penyinaran atau kombinasi pembedahan dengan penyinaran. Jika sebuah tumor menekan medula spinalis atau struktur di sekitarnya, maka diberikan kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan mempertahankan fungsi saraf.
Penatalaksanaan:
a. Dexametason (DMZ) (Decadron): 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin jug menghasilkan perbaikan neurologis).
b. Evaluasi Radiografi:
1) Foto Polos seluruh tulang belakang: 67-85 % abnormal; kemungkinan temuan: erosi pedikel (defek pada “mata burung hantu” pada tulang belakang LS AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, badan vertebra scalloping, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara.
2) Bila tersedia dan pasien bersedia, MRI dilakukan secepat mungkin.
c. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
1) Bila tdk ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya Sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal (XRT) pada lesi bertulang ; analgesik untuk nyeri.
2) Bila lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy pada 10x perawatan dg perluasan dua level diatas dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yg lebih sedikit.
3) Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatan deteriorasi.
a) bila > 80 % blok komplit atau perburukan yg cepat: penatalaksanaan sesegera mngkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan DMZ keesokan harinya dengan 24 mg IVP setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, selama 2 minggu.
b) bila < 80 % blok,: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan DMZ 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.
d. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy .
e. Pembedahan.
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:
1) Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase.
2) Medula spinalis yang tidak stabil (Unstable spinal).
3) Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.
4) Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.
Komplikasi pembedahan :
1) Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang besar selama tindakan operasi.
2) Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.
3) Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.
2.9. Prognosis
Penyembuhan biasanya tergantung kepada besarnya kerusakan yang terjadi dan kedalaman/infiltrasi pertumbuhan tumor ke dalam medula spinalis. Manifestasi klinis lebih disebabkan penekanan pada medula spinalis daripada invasi tumor itu sendiri .
Tumor medula spinalis tanpa metastase mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan tumor medula spinalis yang merupakan metastasis tumor lain.

















DAFTAR PUSTAKA
1. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi III. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1999. Hal 331-340.
2. Hakim, A Adril. Permasalahan Serta Penanggulangangn Tumor Otak Dan Sumsum Tulang Belakangi. . http://www.USU-digitallibrary.com. 2006.
3. Plummer. Report Of A Case Of Spinal Cord Tumor. http:// www.jbjs.org. 2008
4. Anonim. How Are Brain and Spinal Cord Tumors in Adults Diagnosed?. http://www.cancer.org. 2008
5. Mumenthaler and Mattle. Fundamental of Neurology. Thieme. 2006. Page 146-147.
6. Anonim. About Brain and Spinal Cord Cancers. http://www.jbjs.org. 2008
7. Mark S. Greenberg. Handbook of Neurosurgery. Third Edition. Greenberg Graphics. Lakeland, Florida. 1994. Page 689-699.
8. Francavilla, L Thomas. Intramedullary Spinal Cord Tumors. http://www.emedicine.com. 2002.
9. Shneiderman, Amiran. Tumors of the Conus and Cauda Equina. http://www.emedicine.com. 2006.
10. Japardi, Iskandar. Radikulopati Thorakalis. http://www.USU-digitallibrary.com. 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar